Redian M. Fikri's

Project
        Apa itu Pengmas?

       Pengmas adalah singkatan dari Pengabdian Masyarakat. Pengmas pada dasarnya sudah menjadi tanggung jawab dari civitas akademika Perguruan Tinggi, yang didalamnya termasuk juga mahasiswa yang telah tercantum dalam misi Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu : Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat itu sendiri.

       Disini penulis ingin bercerita tentang pengalaman pengabdian masyarakat yang pernah penulis ikuti. Setidaknya ada 2 acara yang pernah penulis ikuti yaitu saat masa kaderisasi memasuki himpunan dan saat semester 5 kuliah.

Permukiman Penduduk di Hegarmanah, Bandung


   
       Pengmas pertama dilakukan di daerah Hegarmanah, Bandung. Disini penulis dan teman-teman seangkatan Mikrobiologi 2013 mengadakan penyuluhan serta berusaha memberikan solusi tentang permasalahan sampah di daerah ini ditinjau dari sudut pandang Mikrobiologi.
Salah Satu Permasalahan di Hegarmanah : Sampah
          Dari permasalahan yang ada, kami mencoba mencari solusi dari permasalahan sampah yang sampai dapat menyebabkan banjir di daerah ini. Kami seangkatan memberikan solusi berupa melakukan penyuluhan pemilahan sampah kepada anak-anak, pembuatan pupuk mol, dll. Meskipun belum bisa berdampak nyata namun tidak bisa dipungkiri bahwa kami sebagai mahasiswa juga memiliki keterbatasan. Adanya tugas di tempat lain membuat sulitnya pengmas ini dibuat berlanjut (sustain) hingga sekarang.

       Kegiatan Pengmas kedua yang penulis ikuti dilakukan pada saat semester 5. Pengmas kedua ini dilakukan di Desa Warjabakti, Kabupaten Bandung. Pengmas yang kedua ini dalam skala jauh lebih besar dibandingkan pengmas sebelumnya. Hal ini didukung oleh adanya kolaborasi dari berbagai jurusan di ITB yang dinamakan Gebrak Indonesia.

Edukasi ke Siswa SD Warjabakti

       Pada pengmas di Warjabakti ini, kembali kami Himpunan Mahasiswa Mikrobiologi "Archaea" ITB membawa keilmuan yang kami ketahui kepada warga Warjabakti, terutama pada siswa SD. Kami mengadakan penyuluhan berbagai macam aplikasi tentang Mikrobiologi contohnya adalah pembuatan Yoghurt. Disini kami ingin membuka wawasan masyarakat Warjabakti yang dimulai dari siswa SD tersebut, dimana mayoritas penduduknya belum menyadari pentingnya pendidikan tinggi dan langsung menikah setelah lulus SMA. Kami mengambil contoh dalam pembuatan Yoghurt untuk menunjukkan bahwa keilmuan Mikrobiologi sangat dekat dengan kehidupan mereka. Kami mengharapkan dari sini akan muncul motivasi dari siswa SD tersebut untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki mimpi yang lebih tinggi lagi.

LESSON LEARNED : 

       Setiap kali mendatangi suatu masyarakat, yang penulis bayangkan adalah memberikan pengajaran kepada masyarakat sesuai dengan ilmu yang selama ini telah penulis pelajari. Namun, kenyataannya selalu berbeda dari bayangan penulis. Setiap kali penulis datang ke masyarakat untuk memberi, lebih banyak yang penulis terima. Bukan hanya tentang keilmuan, tetapi juga bagaimana pelajaran tentang menyikapi hidup ini. Hal ini merupakan keanehan dari pengmas. Semakin banyak memberi, maka semakin banyak menerima.
       
       Akhirnya, penulis disini hanya ingin mendorong teman-teman sekalian untuk mencoba juga melakukan kontribusi pada sekitar kita, karena pada dasarnya hidup itu tidak melulu tentang AKU tapi juga KITA. Penulis mengutip salah satu hadist yang berkaitan dengan ini, yang artinya :

 Diriwayatkan dari Jabir berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni). Sumber : Link

       Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia. Maka mulailah dari sekarang, setelah membaca artikel ini segera pikirkanlah cara yang dapat teman-teman lakukan untuk bermanfaat bagi orang lain. Kemudian bergerak, bertindak. Sekian.




Tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Lingkungan
Salah satu jenis lichen. Sumber : link

            Industrialisasi dan urbanisasi telah mempengaruhi perkembangan sosio ekonomi. Namun dibalik itu, perkembangan ini juga menyebabkan bahaya bagi lingkungan. Beberapa jenis polutan dilepaskan ke atmosfer dari berbagai macam sumber dalam bentuk nitrogen oksida, sulfur oksida, pestisida, herbisida, partikel tersuspensi dan logam berat. (Bajpai et al., 2011)
Lichen merupakan suatu suatu simbiosis antar dua mikroorganisme berupa fungi dan mikroalga. Simbiosis ini terjadi karena adanya kebutuhan dari kedua mikroorganisme tersebut yang tidak dapat dipenuhi sendiri. Mikroalga merupakan mikroorganisme yang bersifat autotrof, yang berarti mikroalga dapat melakukan sintesis karbon organik dari karbon anorganik. Sedangkan fungi merupakan mikroorganisme yang bersifat heterotrof yang tidak bisa mensintesis karbon organik dari karbon anorganik sehingga memerlukan suatu sumber karbon organik yang langsung dapat digunakan. Untuk itu, pada lichen fungi mendapatkan sumber karbon dari mikroalga sedangkan sebaliknya mikroalga juga mendapatkan sumber karbon anorganik dari fungi. Selain itu, fungi juga menyediakan tempat yang lebih terlindungi untuk memberikan fungsi proteksi pada mikroalga. Hal ini menjadikan simbiosis antar kedua mikroorganisme ini simbiosis yang mutalisme sehingga menguntungkan bagi kedua mikroorganisme tersebut.
            Lichen memiliki habitat yang sangat beragam. Pada umumnya lichen dapat ditemukan pada permukaan pohon, permukaan batuan hingga permukaan tanah.
            Lichen dapat diaplikasikan di bidang lingkungan, salah satunya adalah sebagai alat untuk melakukan monitoring senyawa logam berat di atmosfer. Proses monitoring menggunakan organisme hidup disebut juga proses biomonitoring. Hal ini dapat dilakukan karena lichen memiliki sensitivitas yang tinggi dan memiliki kemampuan untuk menyimpan kontaminan atau polutan di dalam jaringannya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, lichen dapat tumbuh di berbagai tempat sehingga dapat dijadikan suatu indikator untuk lingkungan di sekitarnya. Karakteristik lain yang membuat lichen dapat dijadikan indikator adalah morfologi lichen yang tidak memiliki sistem perakaran dan morfologi permukaan sehingga membuat kontaminan yang terdeteksi hanya berasal dari sistem absorpsi yang didapatkan dari udara. (Obiakor et al., 2013)
            Menurut studi yang telah dilakukan, lichen dan  lumut merupakan indikator yang paling efektif untuk kadar deposisi logam yang rendah dan menengah pada area yang terkena polusi. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara konsentrasi dari Pb, Fe, Cu, Cr, dan Zn pada lichen dengan rata-rata deposisi atmosferik secara tahunan. (obiakor et al., 2013)
            Dalam melakukan pengujian terdapat protokol yang dilakukan untuk mengambil sampel dari lichen. Dalam melakukan sampling pada suatu spot harus dilakukan pengambilan sampel yang terdiri dari 5 subspot di dalam area 50 m X 50 m. Kemudian sampel lichen dikumpulkan menggunakan sarung tangan polietilen untuk mencegah terjadinya kontaminasi lanjut yang diakibatkan perangkat sampling. Sampel yang didapat kemudian ditempatkan di dalam paper bag. Setelah sampel didapatkan, kemudian sampel harus di treatment dengan memisahkan  lichen dari kontaminasi tanaman yang ada dan tanah kemudian dikeringkan selama beberapa hari. (Obiakor et al., 2013)
            Selanjutnya, sampel harus diproses untuk dapat dianalisis. Sampel lichen dengan berat 6 gram dikeringkan pada oven kemudian didinginkan pada desikator. Material kering kemudian dipanaskan kembali hingga menjadi abu dengan furnace selama 6 jam kemudian didinginkan di dalam furnace selama 24 jam. Sampel abu kemudian dilarutkan menggunakan reagen asam hidroklorat dan air 1:1 selama 3 jam di atas hotplate. Hasil reaksi kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan air deion dan disaring ke dalam botol polietilen. Setelah itu konsentrasi Hg, Pb, As, Cd, Cu, Cr, dan Zn dapat ditentukan menggunakan spectrometer absorbsi atom dengan larutan standar yang berisi konsentrasi logam yang telah diketahui. (Obiakor et al., 2013)
            Hasil analisis penelitian oleh Obiakor et al menunjukkan bahwa lichen epifit telah tervalidasi sebagai biomonitor yang cocok untuk logam berat yang terdapat di udara. Adanya variasi perbedaan konsentrasi logam berat pada lichen dipengaruhi secara utama oleh lokasi dimana sampel tersebut didapatkan.
            Selain itu terdapat faktor yang mempengaruhi konsentrasi logam berat yang terukur pada lichen, diantaranya : kualitas dari deposisi (bentuk senyawanya, komposisi, serta pH), iklim (hujan, temperature, angin, musim kemarau, lama waktu terpapar), serta lingkungan local (vegetasi, kualitas substrat, partikel debu yang didapat dari tanah, serta ketinggian dari lokasi pengambilan sampel). (Obiakor et al., 2013)
            Akhirnya, proses biomonitor kandungan logam berat pada atmosfer ini penting karena kandungan logam berat di udara seperti Arsen dapat menyebabkan kanker karena merupkan senyawa grup I karsinogen. (Obiakor et al., 2013). Polusi udara ini sering diasosiasikan dengan adanya daerah industry, pertambangan, serta aktivitas kendaraan bermotor yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi Arsen. (Obiakor et al., 2013)

REFERENSI
Bajpai, R., Mishra, G.K., Mohabe, S., Upreti, D.K., Nayaka, S. 2011. Determination of atmospheric heavy metals using two lichen species in Katni and Rewa cities, India. Journal of Environmental Biology. 32(2011), 195-199
Obiakor, M.O. & Ezeonyejiaku, C.D. 2013. Lichens as Bio-Identitiy Tool for Monitoring Atmospheric Heavy Metal Deposition in Industrial and Urban Environment. Am. J. Life. Sci. Res. 1(2), 59-66
       

       Identitas merupakan sebuah ciri khas yang dimiliki seseorang. Identitas mahasiswa berarti sebuah ciri yang dimiliki seorang mahasiswa. Identitas mahasiswa dapat didekati dengan 3 hal, yakni : Potensi, Posisi, dan Peran. Potensi mahasiswa adalah kemampuan yang bisa dikembangkan. Potensi mahasiswa mencakup hardskill (kemampuan yang dipelajari secara akademik), softskill (kemampuan emosional), serta idealisme (cara pandang untuk menerima sesuatu sesuai kebenaran ilmiah).  Kemudian posisi adalah letak suatu objek dalam kerangka acuan tertentu. Dalam konteks mahasiswa menjadi letak mahasiswa dalam masyarakat. Posisi mahasiswa yakni masyarakat sipil golongan akademia, yang artinya masyarakat sipil yang berada di pendidikan yang lebih tinggi. Peran mahasiswa merupakan konsekuensi dari kedudukan seorang mahasiswa. Diharapkan mahasiswa memiliki tingkah atas kedudukan mahasiswa tersebut di masyarakat. Ada 2 peran mahasiswa, yaitu menurunkan nilai ke generasi penerus berdasarkan potensi yang dimiliki dan terjun langsung ke masyarakat untuk menyelesaikan masalah sesuai kemampuan.

       Secara umum, sebagai mahasiswa hardskill akan terpenuhi dengan sendirinya melalui proses perkuliahan yang telah disusun kurikulumnya. Akan tetapi, untuk softskill dan idealisme ini perlu diasah dan tidak diajarkan di perkuliahan atau mungkin sangat sedikit sekali. Untuk itu di ITB sendiri sudah ada banyak wadah yang dapat meningkatkan softskill maupun idealisme para mahasiswanya. Sebagai contoh adalah kegiatan di unit. Di unit mahasiswa diajak untuk melakukan kegiatan berorganisasi yang secara tidak langsung meningkatkan softskill kita, misalnya bagaimana menjadi seorang pemimpin, bagaimana mengorganisir teman-teman untuk mendapatkan tujuan tertentu, menjadi mahasiswa yang loyal dan berintegritas, dsb. Dengan mengasah hardskill, mahasiswa juga dapat dikatakan telah menjalani posisinya di masyarakat sebagai masyarakat sipil akademia. Intinya adalah mahasiswa selain memiliki kewajiban belajar juga harus bisa aktif di luar kegiatan akademik.

       Dalam menjalankan peran sebagai mahasiswa, sudah banyak upaya yang dilakukan. Untuk menurunkan nilai-nilai dapat dijumpai pada proses kaderisasi. Banyak contoh kaderisasi yang terjadi di ITB, misalnya kaderisasi di unit, kaderisasi untuk masuk himpunan, maupun kaderisasi dalam kepanitiaan misalnya OSKM. Untuk terjun langsung ke masyarakat juga sudah banyak aksi yang dilakukan misalnya kegiatan pengabdian masyarakat mulai dari mengajar anak-anak, penyuluhan tentang kebersihan, menyelesaikan masalah sesuai bidang keilmuan masing-masing. Pemahaman dan pengaplikasian popope ini merupakan upaya untuk menjadikan seseorang sebagai mahasiswa yang baik atau dapat dikatakan sebagai “Memahasiswakan Mahasiswa”.
       Secara umum, Unit Panahan "Pasopati" ITB telah penulis ceritakan di posting sebelumnya : Pasopati.



       Namun, yang ingin penulis ceritakan disini adalah pengalaman secara pribadi di Pasopati ini.

     Pasopati merupakan organisasi pertama di ITB yang penulis ikuti. Proses "kaderisasi" atau pembentukan kader Pasopati ini menurut penulis terbilang cukup berat, dalam segi fisiknya terutama. Perjalanan awal dimulai dari suatu event bernama OHU yaitu "Open House Unit" yang merupakan kegiatan tahunan di ITB dalam rangkaian acara OSKM.

       Di OHU ini ditampilkan berbagai macam Unit Kegiatan Mahasiswa yang ada di ITB mulai dari Unit keagamaan, budaya, olahraga, dll. Tapi dari sekian banyak unit (70 an lebih) yang menarik bagi saya ada 2 yaitu Pasopati dan ARC -yang pada perjalanannya tinggal Pasopati saja- dan akhirnya penulis memutuskan untuk mendaftar di kedua unit tersebut.

       OHU pun berlalu, penulis mulai mengikuti kaderisasi Pasopati ini yang mana dilaksanakan setiap hari Sabtu dan Minggu disaat orang lain beristirahat dengan tenang. Tapi apabila dijalani ternyata engga berat juga, tergantung niat dan keseriusan. Waktu demi waktu berlalu dan sampailah di penghujung tahun 2013. Selanjutnya ada proses ........, katakanlah confidential dan akhirnya penulis secara resmi bergabung menjadi anggota Pasopati.

       Penulis pun mendapatkan banyak pengalaman berharga dari kehidupan di Pasopati ini. Mulai dari ketua Home Tournament, Kadiv Mamet PPAB, hingga sekarang menjadi Kadiv Eksternal dan penulis masih berharap bisa belajar lebih dari Pasopati. *Disclaimer : untuk berkontribusi tidak perlu menunggu adanya jabatan. Jabatan akan menyusul apabila seseorang itu siap.

       Dari beragam pengalaman tersebut penulis mendapatkan pelajaran tentang keorganisasian, misalnya adalah teori "dominansi". Penulis melihat bahwa dalam suatu organisasi ada kalanya kita perlu memberikan kesempatan pada anggota lain untuk berkembang. Ternyata teori dominansi ini baru penulis sadari ternyata logis karena memang ada teori tersebut pada komunitas organisme yang penulis pelajari di suatu mata kuliah yang menyebutkan bahwa semakin tinggi dominansi maka keanekaragaman akan berkurang. Selain itu masih banyak lagi pengalaman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

       Proses pembelajaran penulis di Pasopati ini pun masih berlanjut hingga sekarang. Pelajaran yang didapat ternyata juga bisa diaplikasikan di kehidupan sehari-hari. Berkembang, mendapatkan pembelajaran bagi diri sendiri itu baik. Namun untuk berkembang, belajar bersama-sama itu jauh lebih baik. Selain itu, di Pasopati ini anggotanya secara umum memiliki "Frame" atau pandangan yang sama. Hal ini penting karena untuk mencapai tujuan yang besar kita harus bergerak sinergis atau saling mendukung. Kita tidak bisa menghabiskan waktu hanya untuk mengakui pendapat kita yang paling benar. Menurut saya itulah kelebihan Pasopati ini.
Next PostNewer Posts Previous PostOlder Posts Home